Friday 16 January 2009

Setelah membaca artikel Pak Kwik,saya sebagai rakyat Indonesia Kasihan banget ?

Kebijakan BBM Semakin Membingungkan
Jumat, 16 Januari 09

Ketika harga bensin premiun Rp 2.700 per liter, harga minyak mentah yang ditentukan oleh NYMEX US$ 61 per barrel dan US$ 1 = Rp 10.000. Ketika itu pemerintah mengatakan bahwa “subsidi” yang diberikan tidak tertahankan, sehingga harga BBM harus dinaikkan. Maka dinaikkanlah menjadi Rp 4.500 per liter. Secara garis besar, tetapi kadar realistiknya sangat besar, harga ini ekuivalen dengan US$ 61,5 per barrel. Perhitungan kasarnya sebagai berikut.

Biaya lifting, refining dan transporting keseluruhannya US$ 10 per barrel. 1 barrel = 159 liter dan 1 US$ = Rp 10.000. Jadi biaya lifting, refining dan transporting = (10 : 159) x Rp 10.000 = Rp 628,93 atau kita bulatkan saja menjadi Rp 630 per liter. Kalau Rp 4.500 per liter bensin kita jadikan harga minyak mentah per liter, maka harga baru yang Rp 4.500 harus dikurangi dengan keseluruhan biaya tersebut atau Rp 4.500 – Rp 630 = Rp 3.870 per liter. Per barrelnya menjadi Rp 3.870 x 159 = Rp 615.330. Dijadikan dollar AS dengan kurs Rp 10.000 per dollar AS, bensin premium yang harganya Rp 4.500 per liter ekuivalen dengan 615.330 : 10.000 = US$ 61,53. Seperti dikatakan tadi, ketika itu harga minyak mentah US$ 60 per barrel. Perbedaan yang hanya US$ 1,53 per barrel ini karena simplifikasi kalkulasi.

Ketika itu, harga bensin premium yang dikenakan oleh pemerintah kepada rakyatnya sendiri yang memiliki minyak mentah sama dengan harga minyak mentah yang terbentuk di pasar internasional, dan yang dikoordinasikan serta ditentukan kalkulasinya oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX). Tim Ekonomi pemerintah yang liberal total dan penganut Washington Consensus itu memang itu maunya seperti yang ditulis dalam pasal 28 ayat 2 Undang-Undang tentang Migas.

Maka pemerintah lega dan memberi keterangan yang berbunyi : “Nah, sekarang harga bensin yang dikenakan kepada rakyat Indonesia sudah tidak mengandung subsidi lagi, karena minyak mentahnya sudah persis sama dengan harga minyak mentah di pasar internasional. Karena itu mulai saat ini kita tidak mengenal subsidi lagi. Bensin akan naik dan turun harganya sesuai dan sama dengan naik dan turunnya harga minyak mentah di pasar internasional.”

Tidak lama kemudian harga minyak mentah turun menjadi sekitar US$ 56 per barrel. Wartawan bertanya kepada pemerintah apakah harga bensin premium akan diturunkan? Dijawab dengan tegas : “TIDAK.”

Setelah itu harga minyak mentah meningkat tajam sampai sekitar US$ 80 per barrel. Wartawan kembali bertanya apakah harga bensin akan dinaikkan? Pemerintah menjawab : “Tidak, harga minyak mentah boleh naik sampai 100 dollar AS, pemerintah tidak akan bergeming”.

Kemudian harga minyak mentah naik terus sampai mendekati US$ 150 per barrel. Ketika itu Presiden SBY berpidato mengatakan : “Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp 320 trilyun”, yang diteruskan dengan mengatakan : “Kalau (harga minyak) USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp 254 trilyun hanya untuk BBM.” (Indopos, Kamis, 3 Juli 2008).

Selanjutnya dikatakan bahwa pemerintah tidak mempunyai uang tunai sebesar itu, APBN akan jebol. Maka harga bensin premium dinaikkan menjadi Rp 6.000 per liter. Lho, belum lama yang lalu dikatakan kalau harga minyak mentah meningkat terus sampai melampaui USD 100 pemerintah tidak akan bergeming.

Mari kita ikuti terus perkembangannya dan semakin membingungkannya jalan pikiran dan kebijakan pemerintah dalam bidang BBM.

Gejolak harga minyak mentah memang luar biasa. Sekarang ini harganya di bawah US$ 40, tetapi kita ambil saja US$ 40 per barrel. Harga bensin premium diturunkan menjadi Rp 4.500. Kalau nilai tukar rupiah kita ambil Rp 11.000 per dollar AS, harga bensin premium sebesar Rp 4.500 per liter ekuivalen dengan harga minyak mentah US$ 55 per barrel.

Hitungan kasarnya sebagai berikut : Dengan kurs 1 dollar AS = Rp 11.000 dan biaya-biaya lifting, refining dan transporting = US$ 10 per barrel, maka per liternya menjadi (10 : 159) x 11.000 = Rp 692 per liter. Jadi kalau bensin premium yang harganya Rp 4.500 per liter dijadikan minyak mentah harus dikurangi dengan Rp 692, sehingga menjadi Rp 3.808 per liter minyak mentah. Per barrelnya menjadi Rp 3.808 x 159 = Rp 605.472. Dengan kurs Rp 11.000 per dollar AS, harga bensin premium Rp 4.500 per liter ekuivalen dengan US$ 605.472 : 11.000 = US$ 55. Jadi jelas jauh di atas harga minyak mentah internasional dewasa ini yang berada di bawah US$ 40 per barrel.

Tetapi kita ambil saja US$ 40 per barrel, karena harga inilah yang nampaknya akan dijadikan asumsi dalam penyusunan RAPBN 2009 atau bahkan APBN-P tahun 2008.

Jadi sangat jelas pemerintah memperoleh keuntungan sebesar US$ 15 per barrelnya. Ini kalau dalam menghitung harga pokok bensin per liter, metode kalkulasi yang dianut adalah replacement value method. Namun kalau yang dianut cash basis method, perhitungannya menjadi sebagai berikut :

Harga jual bensin premium Rp 4.500 per liter. Harga pokoknya sama dengan biaya-biaya lifting, refining dan transporting yang Rp 692 per liter seperti yang perhitungannya telah dijelaskan tadi. Labanya per liter bensin premium sama dengan Rp 4.500 – Rp 692 = Rp 3.808.

Konsumsi per tahun 60 juta kiloliter, sehingga keuntungannya 60 juta kiloliter dikalikan Rp 3.808 = Rp 228,48 trilyun.

Produksinya 960.000 barrel per hari, atau setahun = 350,4 juta barrel per tahun. Bagian Indonesia 70 % = 245,28 juta barrel. Konsumsinya 60 juta kiloliter atau dalam barrel = 377,36 juta barrel. Defisit yang harus diimpor per tahun = 377,36 – 245,28 = 132,08 juta barrel per tahun. Dengan harga US$ 40 per barrel menjadi US$ 5,2832 milyar, yang sama dengan Rp 58,1152 trilyun. Pemerintah kelebihan uang tunai sebesar Rp 228,48 trilyun – Rp 58,1152 trilyun = Rp 170,3648 trilyun.

Toh dikatakan bahwa defisit APBN akan membengkak (Kompas, 14 Januari 2009 halaman 20) dan dikatakan bahwa “Pemerintah Tidak Ambil Untung” (Kompas , 17 Desember 2008 halaman 1).

Lebih baik saya berhenti sampai di sini saja. Mohon bantahannya dari para pembaca, terutama dari para teknokrat, dan lebih terutama lagi dari para teknokrat yang mendukung pemerintah.

Last but not least, kalau saya benar, dengan harga bensin yang sudah diturunkan menjadi Rp 4.500 per liter, dari perhitungan kasar tadi akan ada kelebihan uang tunai sekitar Rp 170 trilyun. Dasar perhitungannya memang disederhanakan dengan asumsi semua minyak mentah dijadikan satu macam BBM saja, yaitu bensin premium. Maka katakanlah bahwa hasilnya akan berbeda kalau dihitung dengan semua data. Namun selisihnya tidak banyak. Taruhlah selisihnya 30%. Ini berarti masih ada kelebihan uang lebih dari Rp 119 trilyun.

Pertanyaannya : Uang itu disimpan di mana dan diadministasikan bagaimana? Bisa dilihat di mana? Di APBN? Di pos yang mana?

Tim Ekonomi pemerintah berbicara tentang “stimulus fiskal” yang Rp 60 trilyun, lalu menjadi Rp 12 trilyun, dan dikatakan juga bahwa anggaran tahun 2008 tidak terserap sebesar Rp 60 trilyun.

Sekarang ada kelebihan uang tunai sekitar Rp 119 trilyun yang tidak jelas ada di mana?

Sekali lagi, saya mohon dikritik kalau ada yang salah dalam jalan pikiran dan perhitungan saya. Supaya jelas betul, sekali lagi juga : saya hanya menghitung berapa uang tunai yang dikeluarkan dan berapa uang tunai yang masuk dari produksi BBM, setelah harus mengeluarkan uang untuk membeli minyak di pasar internasional, karena konsumsi kita lebih besar dari produksinya.

Oleh Kwik Kian Gie

No comments: