Kebijakan BBM Semakin Membingungkan
Jumat, 16 Januari 09
Ketika harga bensin premiun Rp 2.700 per liter, harga minyak mentah yang ditentukan oleh NYMEX US$ 61 per barrel dan US$ 1 = Rp 10.000. Ketika itu pemerintah mengatakan bahwa “subsidi” yang diberikan tidak tertahankan, sehingga harga BBM harus dinaikkan. Maka dinaikkanlah menjadi Rp 4.500 per liter. Secara garis besar, tetapi kadar realistiknya sangat besar, harga ini ekuivalen dengan US$ 61,5 per barrel. Perhitungan kasarnya sebagai berikut.
Biaya lifting, refining dan transporting keseluruhannya US$ 10 per barrel. 1 barrel = 159 liter dan 1
Ketika itu, harga bensin premium yang dikenakan oleh pemerintah kepada rakyatnya sendiri yang memiliki minyak mentah sama dengan harga minyak mentah yang terbentuk di pasar internasional, dan yang dikoordinasikan serta ditentukan kalkulasinya oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX). Tim Ekonomi pemerintah yang liberal total dan penganut Washington Consensus itu memang itu maunya seperti yang ditulis dalam pasal 28 ayat 2 Undang-Undang tentang Migas.
Maka pemerintah lega dan memberi keterangan yang berbunyi : “Nah, sekarang harga bensin yang dikenakan kepada rakyat
Tidak lama kemudian harga minyak mentah turun menjadi sekitar US$ 56 per barrel. Wartawan bertanya kepada pemerintah apakah harga bensin premium akan diturunkan? Dijawab dengan tegas : “TIDAK.”
Setelah itu harga minyak mentah meningkat tajam sampai sekitar US$ 80 per barrel. Wartawan kembali bertanya apakah harga bensin akan dinaikkan? Pemerintah menjawab : “Tidak, harga minyak mentah boleh naik sampai 100 dollar AS, pemerintah tidak akan bergeming”.
Kemudian harga minyak mentah naik terus sampai mendekati US$ 150 per barrel. Ketika itu Presiden SBY berpidato mengatakan : “Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp 320 trilyun”, yang diteruskan dengan mengatakan : “Kalau (harga minyak) USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp 254 trilyun hanya untuk BBM.” (Indopos, Kamis, 3 Juli 2008).
Selanjutnya dikatakan bahwa pemerintah tidak mempunyai uang tunai sebesar itu, APBN akan jebol. Maka harga bensin premium dinaikkan menjadi Rp 6.000 per liter. Lho, belum lama yang lalu dikatakan kalau harga minyak mentah meningkat terus sampai melampaui USD 100 pemerintah tidak akan bergeming.
Mari kita ikuti terus perkembangannya dan semakin membingungkannya jalan pikiran dan kebijakan pemerintah dalam bidang BBM.
Gejolak harga minyak mentah memang luar biasa. Sekarang ini harganya di bawah US$ 40, tetapi kita ambil saja US$ 40 per barrel. Harga bensin premium diturunkan menjadi Rp 4.500. Kalau nilai tukar rupiah kita ambil Rp 11.000 per dollar AS, harga bensin premium sebesar Rp 4.500 per liter ekuivalen dengan harga minyak mentah US$ 55 per barrel.
Hitungan kasarnya sebagai berikut : Dengan kurs 1 dollar AS = Rp 11.000 dan biaya-biaya lifting, refining dan transporting = US$ 10 per barrel, maka per liternya menjadi (10 : 159) x 11.000 = Rp 692 per liter. Jadi kalau bensin premium yang harganya Rp 4.500 per liter dijadikan minyak mentah harus dikurangi dengan Rp 692, sehingga menjadi Rp 3.808 per liter minyak mentah. Per barrelnya menjadi Rp 3.808 x 159 = Rp 605.472. Dengan kurs Rp 11.000 per dollar AS, harga bensin premium Rp 4.500 per liter ekuivalen dengan
Tetapi kita ambil saja US$ 40 per barrel, karena harga inilah yang nampaknya akan dijadikan asumsi dalam penyusunan RAPBN 2009 atau bahkan APBN-P tahun 2008.
Jadi sangat jelas pemerintah memperoleh keuntungan sebesar US$ 15 per barrelnya. Ini kalau dalam menghitung harga pokok bensin per liter, metode kalkulasi yang dianut adalah replacement value method. Namun kalau yang dianut cash basis method, perhitungannya menjadi sebagai berikut :
Harga jual bensin premium Rp 4.500 per liter. Harga pokoknya sama dengan biaya-biaya lifting, refining dan transporting yang Rp 692 per liter seperti yang perhitungannya telah dijelaskan tadi. Labanya per liter bensin premium sama dengan Rp 4.500 – Rp 692 = Rp 3.808.
Konsumsi per tahun 60 juta kiloliter, sehingga keuntungannya 60 juta kiloliter dikalikan Rp 3.808 = Rp 228,48 trilyun.
Produksinya 960.000 barrel per hari, atau setahun = 350,4 juta barrel per tahun. Bagian
Toh dikatakan bahwa defisit APBN akan membengkak (Kompas, 14 Januari 2009 halaman 20) dan dikatakan bahwa “Pemerintah Tidak Ambil Untung” (Kompas , 17 Desember 2008 halaman 1).
Lebih baik saya berhenti sampai di sini saja. Mohon bantahannya dari para pembaca, terutama dari para teknokrat, dan lebih terutama lagi dari para teknokrat yang mendukung pemerintah.
Last but not least, kalau saya benar, dengan harga bensin yang sudah diturunkan menjadi Rp 4.500 per liter, dari perhitungan kasar tadi akan ada kelebihan uang tunai sekitar Rp 170 trilyun. Dasar perhitungannya memang disederhanakan dengan asumsi semua minyak mentah dijadikan satu macam BBM saja, yaitu bensin premium. Maka katakanlah bahwa hasilnya akan berbeda kalau dihitung dengan semua data. Namun selisihnya tidak banyak. Taruhlah selisihnya 30%. Ini berarti masih ada kelebihan uang lebih dari Rp 119 trilyun.
Pertanyaannya : Uang itu disimpan di mana dan diadministasikan bagaimana? Bisa dilihat di mana? Di APBN? Di pos yang mana?
Tim Ekonomi pemerintah berbicara tentang “stimulus fiskal” yang Rp 60 trilyun, lalu menjadi Rp 12 trilyun, dan dikatakan juga bahwa anggaran tahun 2008 tidak terserap sebesar Rp 60 trilyun.
Sekarang ada kelebihan uang tunai sekitar Rp 119 trilyun yang tidak jelas ada di mana?
Sekali lagi, saya mohon dikritik kalau ada yang salah dalam jalan pikiran dan perhitungan saya. Supaya jelas betul, sekali lagi juga : saya hanya menghitung berapa uang tunai yang dikeluarkan dan berapa uang tunai yang masuk dari produksi BBM, setelah harus mengeluarkan uang untuk membeli minyak di pasar internasional, karena konsumsi kita lebih besar dari produksinya.
Oleh Kwik Kian Gie
No comments:
Post a Comment